Senin, 17 Juni 2013

dawah persuasif


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Dakwah Persuasif
Dakwah merupakan bahasa Arab, berasal dari kata da’wah yang bersumber pada kata (da’a, yad’u, da’watan) yang bermakna seruan, panggilan, undangan atau do’a. Selain itu dakwah memiliki pengertian upaya memanggil, menyeru, dan mengajak manusia menuju Allah SWT.[1] Perluasan berikutnya dari pemaknaan dakwah adalah aktivitas yang berorientasi pada pengembangan masyarakat muslim, antara lain dalam bentuk peningkatan kesejahteraan sosial.[2]
Usaha untuk mempengaruhi pendapat, pandangan, sikap ataupun tingkah laku seseorang dapat ditempuh dengan cara:
Koersif, yaitu dengan cara paksaan bahkan disertai dengan terror yang dapat menekan batin. Contohnya yaitu adanya penolakan ketidaksetujuan FPI yang kerapkali kita tahu beritanya di media-media dengan cara mereka yang memberontak bahkan anarkis.
Persuasif, yaitu tanpa adanya paksaan dengan mempengaruhi jiwa seseorang sehingga dapat membangkitkan kesadarannya untuk menerima dan menerima suatu tindakan.[3] Persuasif berasal dari istilah bahasa Inggris persuation. Persuation dapat diartikan sebagai membujuk, merayu, meyakinkan, dan sebagainya. Baik koersif ataupun persuasif keduanya bertujuan mengubah perilaku, kepercayaan, dan sikap. Bedanya ialah terletak pada cara penyampaiannya.[4] Contohnya yaitu dakwah yang disampaikan oleh Ust. Maulana yang dapat menggugah pikiran mad’u.
Sehingga dapat dikatakan Dakwah Persuasif adalah proses kegiatan yang mempengaruhi jiwa seseorang (mad’u) sehingga timbul kesadarannya sendiri untuk mengikuti ajakan pendakwah (da’i) dengan cara halus atau tanpa paksaan.
Tanpa kita sadari dakwah berada di kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu dalam situasi dan kondisi yang tengah ada dalam masyarakat hendaknya dapat menerapkan metode dakwah manakah yang paling pas untuk digunakan. Dakwah persuasif harus dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki pengetahuan dan keahlian. Dakwah harus tetap dilakukan sekalipun dihadapkan dengan orang yang kemungkinannya sangat kecil untuk berubah.

B.     Unsur-Unsur Dakwah
Kondisi psikologis mad'u yang berbeda-beda menyebabkan tingkat pendekatan persuasif dalam berdakwah juga berbeda-beda. Namun untuk mencapai dakwah yang persua­sif jelas ada unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur yang menyebabkan suatu dakwah itu per­suasif atau tidak ialah:[5]
1.       Pribadi Da’i
Sosok Da’i yang memiliki kepribadian sangat tinggi dan tak pernah kering jika digali dari pribadi Rasulullah sendiri. Ketinggian pribadi Rasul dapat dilihat pada pernyataan Al-Qur’an. Pengakuan Rasul sendiri dan kesaksian para sahabat yang mendampinginya.
كَثِيرًا اللَّهَ وَذَكَرَ الْآخِرَ وَالْيَوْمَ اللَّهَ يَرْجُو كَانَ لِمَنْ حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ اللَّهِ رَسُولِ فِي لَكُمْ كَانَ لَقَدْ
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir, dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab/33:21)
Di mata sahabatnya, Rasul SAW adalah guru, teman, orangtua, dan pemimpin, satu gabungan peran yang sangat ideal bagi seorang Da’i. sehingga Beliau layak disebut sebagai Da’i agung.
Sesuai dengan teori Gestalt, seseorang itu dipersepsi sebagai suatu keseluruhan. Oleh karena itu, jika kepribadian seorang Da’i sudah dipandang tinggi oleh masyarakat mad’u, maka pesan dakwahnya juga dianggap sebagai bagian dari struktur kepribadiannya. Untuk membuat suatu dakwah itu persuasive, pertama-tama seorang Da’i  harus memiliki kriteria-kriteria yang dipandang posistif oleh masyarakat. Kriteria-kriteria itu antara lain :
a.       Memiliki Kualifikasi Akademis Tentang Islam
Dalam hal ini seorang Da’i sekurang-kurangnya memiliki pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Al-Hadis, bahwa Al-Qur’an mempunyai fungsi sebagai petunjuk hidup, nasihat bagi yang membutuhkan (mau’idzah) dan pelajaran yang oleh karena itu, selalu menjadi rujukan dalam menghadapi segala macam persoalan. Cirri seorang Da’i yang berilmu antara lain, ia tidak berani mengatakan apa yang tidak dikuasainya dengan menggunakan term-term yang digunakan oleh ahlinya.
b.      Memiliki Konsistensi antar Amal dan Ilmunya
Seorang Da’i sekurang-kurangnya harus mengamalkan apa yang ia serukan kepada orang lain. Perbuatan seorang Da’i tidak boleh melecehkan kata-katanya sendiri, apa yang ia demonstrasikan kepada masyarakat haruslah apa yang memang menjadi keyakinan batinnya, sebab inkonsistensi antara kedua hal tersebut akan membuat seruan dakwahnya tidak berbobot dan tidak berwibawa di depan masyarakat.
c.       Santun dan Lapang Dada
Sifat santun dan lapang dada yang memiliki seseorang merupakan indicator dari ketulusan ilmunya dan secara khusus kemampuannya mengendalikan akalnya (ilmunya) dalam praktek kehidupan. Cirri orang santun adalah lembut tutur katanya, tenang jiwanya, tidak gampang marah dan tidak suka omong kosong. Secara psikologis, kepribadian santun dan lapang dada seorang Da’i akan membuat orang mad’u terikat perasaannya, lebih daripada pemahaman melalui pikirannya sehingga masyarakat mad’u cenderung ingin selalu mendekatinya
d.       Bersifat Pemberani
Daya tarik kepemimpinan seseorang antara lain terletak pada keberaniannya. Keberanian yang diperlukan oleh seorang Da’i sudah tentu berbeda dengan keberanian kelompok oposisi yang lebih menekankan asal berbeda, atau keberanian yang asal berani, tetapi keberanian yang konstruktif, yang sejalan dengan konsep dasar dakwah, yaitu keberanian mengemukakan kebenaran. Dalam hal keberanian berargumen, berdialog dan berdebat, seorang Da’i  dituntut untuk tetap konsisten dengan tujuan dakwah bukan asal menang. Oleh karena itu, seorang Da’i tidak dibenarkan mencacimaki agama atau keyakinan orang lain.
e.       Tidak Mengharapkan Pemberian Dari Orang
Iffah artinya hatinya bersih dari pengharapan terhadap apa yang ada pada orang lain. Seorang Da’i yang tak terlintas sedikitpun di dalam hatinya keinginan terhadap harta orang lain, maka ia dapat merasa sejajar atau bahkan lebih tinggi atau sekurang-kurangnya memiliki kemerdekaan di dalam dirinya.
f.       Qana’ah Atau Kaya Hati
Seorang Da’i boleh miskin harta, tetapi tidak boleh miskin hati, karena kaya hati (qana’ah) itu lebih tinggi nilainya disbanding kekayaan harta. Dalam perspektif psikologi, orang yang memiliki harta melimpah tetapi masih merasa banyak kekurangan dan tidak sempat berpikir untuk memberikan pada orang lain, maka ia adalah orang miskin. Sebaliknya orang yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan yang berarti tetapi ia merasa berkecukupan, merasa bersyukur dan bahkan sanggup memberikan sebagian besar milikinya untuk orang lain yang lebih membutuhkan, maka ia adalah orang kaya.
g.       Kemampuan Berkomunikasi
Dakwah adalah mengkomunikasikan pesan kepada mad’u. komunikasi dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan, dengan bahasa kata-kata atau bahasa perbuatan. Komunikasi dapat berhasil manakala pesan dakwah itu dipahami oleh mad’u. kaum intelektual lebih mudah memahami bahasa ilmiah sedangkan orang awam lebih mudah memahami bahasa awam. Jadi, seorang Da’i dituntut dapat menggunakan metode yang tepat dalam mengkomunikasikan pesan dakwahnya.
h.      Memiliki Rasa Percaya Diri dan Rendah Hati
Seorang Da’i harus memiliki rasa percaya diri, yakni bahwa selama dakwahnya dilandasi oleh keikhlasan dan dijalankan dengan memakai perhitungan yang benar dan mengharap ridha Allah, insyaAllah akan membawa manfaat. Dalam perspektif islam, rendah hati justru akan mendatangkan kehormatan, sementara kesombongan justru akan mengantar pada kehinaan.
i.        Tidak Kikir Ilmu
Pada dasarnya seorang Da’i  dapat diibaratkan sebagai danau menampung air hujan, menyimpannya dan menyediakan diri bagi orang yang membutuhkan. Dalam puncak kerjanya, seorang Da’i dapat diibaratkan sebagai ember yang membawa air dari danau untuk disiramkan ke pohon-pohon yang kekeringan. Jadi, ilmu yang dipelajari oleh seorang Da’i adalah diperuntukkan bagi kepentingan mad’u. oleh karena itu, ia tidak pernah kikir terhadap ilmunya.
j.        Anggun
Salah satu ciri keanggunan seseorang ialah kepribadiannya tetap tersembunyi meskipun namanya sudah banyak dikenal. Rahasia keanggunan justru terletak pada kemampuannya menyembunyikan sisi-sisi pribadinya dari pengetahuan orang banyak.
k.       Selera Tinggi
Artinya ia tidak merasa puas dengan hasil kerja yang tidak sempurna.
l.        Sabar
Seorang Da’i dituntut untuk mampu bersabar dalam menghadapi rintangan-rintangan itu. Urgensi sabar berkaitan erat, dengan pencapaian tujuan. Oleh karena itu, Da’i yang selalu ingat akan tujuan utama dakwahnya, ia akan mampu bersabar dan tabah.
m.    Memiliki Nilai Lebih
Manusia cenderung tertarik kepada orang yang memiliki kelebihan dalam bidang apapun. Seorang Da’i yang juga berperan sebagai pemimpin haruslah memiliki nilai lebih atau nilai plus dibanding orang lain yang dipimpin. Oleh karena itu, agar dakwahnya menarik dan mempunyai daya panggil, seorang Da’i yang tidak memiliki nilai plus, apalagi jika dibawah rata-rata maka meskipun kata-kata dakwahnya indah didengar, tetapi tidak atau kurang mempunyai daya panggil, tidak menyentuh hati nurani tak menggores jiwa mad’u.
Kriteria diatas merupakan salah satu pendukung terciptanya dakwah persuasif, tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada beberapa criteria yang mungkin tidak terdapat dalam diri seorang Da’i selama dakwah yang diberikan dapat mempengaruhi jiwa mad’u atas keinginan diri mad’u itu sendiri maka dapat dikatakan bahwa dakwah tersebut adalah dakwah persuasif. Jadi, kriteria seorang Da’i hanya sebagai standart dalam keilmuan tetapi kenyataannya seorang Da’i juga memiliki kekurangan sehingga tolak ukur dakwah persuasive adalah penyampaian dakwah Da’i yang dapat diterima dan dipahami oleh mad’u dengan  tujuan yang diinginkan (mempengaruhi) mad’unya.[6]
2.      Materi Dakwah Persuasif
Secara psikologis, bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan perilaku manusia. Bahasa ibarat remot control yang dapat menyetel manusia menjadi tertawa, marah, sedih, lunglai, semangat, dan sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan baru kedalam pikiran manusia.
Sebagai pesan, bahasa juga ada psikologinya, misalnya cara berkata seseorang, isyarat tertentu, struktur bahasa yang digunakan dan sebagainya, dapat memberikan maksud tertentu kepada lawan bicara. Jadi, dengan memperhatikan psikologi pesan, bahasa dapat digunakan oleh da’i untuk mengatur, menggerakkan dan mengendalikan perilaku masyarakat.
Al-Qur’an memeberikan istilah-istilah pesan yang persuasive dengan kalimat “qaulan layyina, qaulan ma’rifah, qaulan baligha, qaulan syadida, qaulan karima, qaulan maisura, qaulan tsaqilan, dan qaulan ‘adzima.”
1.       Qaulan layyina (perkataan yang lemah lembut).
Menurut Asfihani dalam Mu’jam-nya, qaulan layyina mengandung arti lawan dari kasar, yakni halus dan lembut. Pada dasarnya halus dan lembut itu dipergunakan untuk mensifati benda oleh indera peraba, tetapi kata-kata ini kemudian dipinjam untuk menyebut sifat-sifat akhlak dan arti-arti yang lain. Jadi dakwah yang lemah lembut adalah dakwah yang dirasakan oleh mad’u sebagai sentuhan yang halus tanpa mengusik atau menyentuh kepekaan perasaannya sehingga tidak menimbulkan gangguan pikiran dan perasaan.
2.      Qaulan Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)
Menurut Ishfihani dalam Mu’jam-nya, perkataan yang baligh (membekas atau tajam) mempunyai dua arti:
a.       Suatu perkataan dianggap baligh manakala berkumpul pada tiga sifat, yaitu memiliki kebenaran dari sudut bahasa, mempunyai kesesuaian dengan apa yang dimaksudkan dan mengandung kebenaran secara subtansial.
b.      Suatu perkataan dinilai baligh jika perkataan itu membuat lawan bicaranya terpaksa mempersepsi perkataan itu sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara, sehingga tidak ada celah untuk mengalihkan perhatian kepermasalahan lain.
3.      Qaulan Syadida (perkataan yang benar).
Term qaulan syadida, menurut ibn Manshur dalam lisan al-a’rabnya kata sadid diyang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti mengenai sasaran (yusib al-qashda). Jadi pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’u  siapa pun mad’unya, adalah jika materi yang disampaikan itu benar, baik darin segi bahasa atau pun logika, dan disampaikan dengan pijakan takwa.
4.      Qaulan Karima (perkataan yang mulia)
Dalam perspektif dakwah, qaulan karima diperlukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Psikologi orang usia lanjut biasanya sangat peka terhadap kata-kata yang bersifat menggurui, menyalahkan apalagi yang kasar, karena meeka merasa lebih banyak pengalaman hidupnya, dan merasa dalam kondisi telah banyak kehilangan kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, untuk menjadikan pesan dakwah kepada orang tua itu persuasif, haruslah disampaikan dengan perkataan yang mulia.
5.      Qaulan maisura (perkataan yang ringan)
Kalimat Maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan Maisura adalah perkataan yang mudah diterima, yang ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat difahami secara spontan tanpa harus berfikir dua kali.[7]
3.      Kondisi Psokologis Mad’u
Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, bila dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah, berbagai permasalahan yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sbb:
1.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis.
2.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan.
3.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi social cultural.
4.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia.
5.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi profesi atau pekerjaan.
6.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis.
7.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin.
Bila dilihat dari kehidupan psikologis masing-masing golongan masyarakat tersebut diatas, memiliki crri-ciri khusus, yang menuntut kepada system dan metode dakwah yang didasari dengan prinsip-prinsip psikologi yang berbeda-beda, yang merupakan suatu keharusan jika kita menghendaki efektifitas dan efisiensi dalam program kegiatan dakwah dikalangan mereka.[8]
C.    Kelebihan dan Hambatan Dakwah Persuasif
1.      Kelebihan Dakwah Persuasif
a.       Relevan
b.      Pribadi Da’i
c.       Kondisi psikologi mad’u
d.      Kemasan menarik
2.      Hambatan Dakwah Persuasif
a.      Noise factor
b.      Semantic factor meliputi penggunaan kata-kata dan istilah
c.       Kepentingan
d.      Motivasi yang berbeda antara komunikator dengan komunikan
e.      Prasangka[9]

D.    Langkah-langkah Dakwah Persuasif
Langkah-langkah dakwah dengan menggunakan komunikasi persuasif :
Sebagaimana telah dijelaskan tentang dakwah yaitu suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Sedangkan tujuan dakwah ialah untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami, lebih sejahtera lahiriah maupun batiniah, tujuan dakwah tersebut sesuai dengan tujuan komunikasi persuasif yaitu merubah situasi tersebut yakni merubah kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
Dakwah persuasif sendiri ialah kegiatan berdakwah dengan menggunakan metode  komunikasi persuasif yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima atau mad’u. Dan tujuan itu akan berhasil manakala seorang Da’i mampu menyampaikan dakwahnya dengan pendekatan psikologis.[10]
Dalam surat Ali imran ayat 159 menjelaskan bahwa ada tujuh langkah dakwah persuasif:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (Q.S. Ali Imran/3: 159).
Dari ayat tersebut dijelaskan ada tujuh langkah dakwah persuasif yaitu:
1.      Mendasarkan kegiatan dakwah atas dasar menebar kasih sayang Allah.
2.      Senantiasa bersikap lemah lembut dalam menghadapi umat.
3.      Bersikap lapang dada sehingga mudah memaafkan kesalahan umat.
4.      Membangun komunikasi personal dengan Allah dengan senantiasa memohon  agar Allah mengampuni dosa dan kesalahan umat.
5.      Bermusyawarah dengan umat dalam merencanakan suatu program aksi.
6.      Mengambil keputusan yang tepat dan mantap dalam bermusyawarah dengan kebulatan tekad untuk mewujudkannya.
7.      Bertawakal kepada Allah, jika suatu perencanaan sudah dilakukan dengan cermat dan diputuskan dengan hati yang mantap.[11]
1.      Teknik “red herring”
Teknik komunikasi persuasif “red herring” berasal dari nama jenis ikan yang hidup di samudera Atlantik Utara. Jenis ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak tipu ketika diburu oleh binatang lain atau oleh manusia. Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif, teknik “red herring” adalah seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh untuk menyerang lawan. Jadi teknik ini digunakan pada saat komunikator berada dalam posisi terdesak.[12]
2.      Teknik “pay off idea”                                                                                        
Suatu usaha untuk mempengaruhi orang lain dengan memberikan harapan yang baik atau mengiming-imingi hal-hal yang baik saja, bahwa pada hari akhir nanti akan ada pembalasan, sesuai dengan ayat yang ada dalam Al-qur’an bahwa bagi orang yang melakukan amal baik selama di dunia maka ia akan meraih kebahagiaan di akhirat nanti dengan diamsukkan ke dalam surga Allah dan kekal di dalamnya. Allah SWT akan ridha kepada orang-orang yang melakukan amal baik.
3.      Teknik “fear arousing”
Usaha menakut-nakuti orang lain atau menggambarkan konsekuensi buruknya, sesuai dengan ajaran islam yang terkandung dalam Al-qur’an dan hadist bahwa bagi orang yang durhaka kepada Allah dan orang-orang kafir konsekuensinya yaitu akan mendapat siksaan di akhirat nanti.[13]
Teknik komunikasi “fear arousing” adalah usaha menakut-nakuti orang lain atau menggambarkan konsekuensi buruknya ( Carld I Hovland, Irving L. Janis, Harold H. Kelly 1963 : 57 ). Dalam konteks ajaran agama Islam teknik ini secara eksplisit dan inlpisit terkandung di dalam Al-Quran dan Hadits. Hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya ayat yang menggambarkan konsekuensi berupa siksaan di akhirat nanti bagi orang kafir dan orang yang durhaka kepada Allah SWT.
Dalam bidang hukum Islam dikenal dengan “hudud” atau ketentuan hukuman bagi orang-orang yang melanggar aturan Allah SWT; seperti membunuh orang tanpa alasan syar’i, berzina, minum minuman keras, mencuri dalam kadar tertentu dan dosa-dosa besar lainnya. Seperti terdapat dalam Al-Maidah ayat 38:

السارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاءا بما كسبا نكالا من الله و الله عزيز حكيم
Terjemahan:
Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.
Ayat di atas menggambarkan ancaman bagi seorang yang mencuri dalam jumlah tertentu, kemudian diproses dan disahkan secara hukum, maka hukumannya adalah dipotong tangannya supaya menimbulkan efek jera bagi pelakunya dan menimbulkan rasa takut bagi orang yang hendak melakukan perbuatan serupa. Ketentuan ini tersurat secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran, akan tetapi di Indonesia aturan Allah tersebut belum/tidak dapat dilakasanakan karena sistem hukum yang dianut bukanlah hukum Islam. Jadi hanya di negara-negara yang menerapkan hukum Islam yang dapat mengaplikasikan perintah Allah tersebut. Walaupun ketentuan tersebut tidak diaplikasikan di Indonesia akan tetapi secara idealis keentuan Allah tersebut cukup menjadi dasar bagi umat Islam bahwa pencurian dalam jumlah tertentu diancam dengan hukuman potong tangan sehingga akan menimbulkan rasa takut untuk melakukannya.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dakwah Persuasif adalah proses kegiatan yang mempengaruhi jiwa seseorang (mad’u) sehingga timbul kesadarannya sendiri untuk mengikuti ajakan pendakwah (da’i) dengan cara halus atau tanpa paksaan.
Usaha untuk mempengaruhi pendapat, pandangan, sikap ataupun tingkah laku seseorang dapat ditempuh dengan cara:
a.                            Koersif, yaitu dengan cara paksaan bahkan disertai dengan terror yang dapat menekan batin. Contohnya yaitu adanya penolakan ketidaksetujuan FPI yang kerapkali kita tahu beritanya di media-media dengan cara mereka yang memberontak bahkan anarkis.
b.                           Persuasif, yaitu tanpa adanya paksaan dengan mempengaruhi jiwa seseorang sehingga dapat membangkitkan kesadarannya untuk menerima suatu tindakan.
Persuasif dapat diartikan sebagai membujuk, merayu, meyakinkan, dan sebagainya. Baik koersif ataupun persuasif keduanya bertujuan mengubah perilaku, kepercayaan, dan sikap. Bedanya ialah terletak pada cara penyampaiannya.
Dakwah persuasif sendiri ialah kegiatan berdakwah dengan menggunakan metode  komunikasi persuasif yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima atau mad’u. dan tujuan itu akan berhasil manakala seorang da’i mampu menyampaikan dakwahnya dengan pendekatan psikologis.
Unsur-unsur yang menyebabkan dakwah itu persuasif ialah: Pesona Da’i, Materi Dakwah, dan Kondisi Psikologis Mad’u.
Al-Qur’an memberikan istilah-istilah pesan yang persuasif atau materi dakwah persuasif dengan kalimat “qaulan layyina, qaulan ma’rifah, qaulan baligha, qaulan sadida, qaulan karima, qaulan maisura, qaulan tsaqilan, dan qaulan “adzima.”
Hambatan Dakwah Persuasif yaitu: Noise factor, Semantic factor meliputi penggunaan kata-kata dan istilah, Kepentingan, Motivasi yang berbeda antara komunikator dengan komunikan dan Prasangka.
Langkah-langkah dakwah persuasif yaitu:
1.      Mendasarkan kegiatan dakwah atas dasar menebar kasih sayang Allah.
2.      Senantiasa bersikap lemah lembut dalam menghadapi umat.
3.      Bersikap lapang dada sehingga mudah memaafkan kesalahan umat.
4.      Membangun komunikasi personal dengan Allah dengan senantiasa memohon  agar Allah mengampuni dosa dan kesalahan umat.
5.      Bermusyawarah dengan umat dalam merencanakan suatu program aksi.
6.      Mengambil keputusan yang tepat dan mantap dalam bermusyawarah dengan kebulatan tekad untuk mewujudkannya.


[1] Tata Sutayat, Quantum Dakwah, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal 1
[2] Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah Kajian Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 3003, hal. 16
[3] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Kencana, Jakarta, 2009, hal. 446
[4] Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur’ani Amzah, Jakarta, 2001, hal. 148
[5] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2002, hal. 162
[6] http://fara-cantika.blogspot.com/2012/11/dakwah-persuasif.html
[7] http://risnasari13.blogspot.com/2013/04/makalah-psikologi-dakwah-3.html
[8] http://humaniora.kompasiana.com/edukasi/2012/09/28/psikologi-dakwah-497168.html
[9] http://4letha.blogspot.com/2008/11/komunikasi-persuasif.html             
[10] file:///F:/234-psikologi-komunikasi-dakwah.htm
[11] file:///F:/komunikasi-persuasif-menurut-al-quran_09.html
[12] William Albig, Modern Public Opinion. Mc Graww-Hill Book Company, New York, 1956, Hal 4.
[13] Abdul Jalil Maman. Prinsip dan Strategi Dakwah. Hlm: 47

1 komentar:

  1. Jackpot city - Mapyro
    Get directions, 전라북도 출장샵 reviews and 군산 출장안마 information for Jackpot city in Maricopa, AZ. 영천 출장마사지 The first and only casino in Phoenix to offer slots 서울특별 출장마사지 and live 청주 출장마사지 table games.

    BalasHapus